Bunyikan Bel untuk Pendidikan Inklusif: Mewujudkan Hak Anak Disabilitas

Roel Share, TOBA - We Ring The Bell. Dengan lonceng yang bergema pertanda kesamaan persepsi dan komitmen bersama bahwa pendidikan yang inklusif juga wajib didapatkan oleh anak-anak penyandang disabilitas.

Selama ini banyak sekolah yang enggan menerima peserta didik dengan kebutuhan khusus. Hal ini dinilai sebagai bentuk diskriminasi bagi anak penyandang disabilitas. Atas dasar itu, Yayasan Harapan Jaya Pematang Siantar, Panti Karya Hephata HKBP dan Perkumpulan Penyandang Disabilitas Toba (PPDT) bersama Pemkab Toba menggelar kampanye 'Pendidikan yang Inklusif bagi Anak Disabilitas' yang digelar pada Kamis (15/5/2025) di Komplek SMP Negeri 2 Balige.

Dalam kesempatan tersebut, dua individu dengan kebutuhan khusus berbagi cerita tentang pengalaman mereka sebagai mahasiswa. "Hampir saja saya mengundurkan diri. Bukan hanya teman sebaya saya yang menjengkelkan, para guru pun terkadang bersikap tidak adil kepada saya," ungkap Jenny Marpaung dari Asosiasi Penyandang Disabilitas Toba saat memberikan kesaksian.

"Saat akan masuk SMP, saya juga takut untuk melanjut karena saya akan beradaptasi lagi. Tetapi orang tua saya terus menyemangati saya dan saya juga masih tetap mendapat perlakuan yang berbeda. Setelah SMA baru saya mulai merasa nyaman, mungkin karena teman-teman saya sudah semakin dewasa," lanjutnya.

Giro Anwar Limbong memberikan kesaksian serupa di mana ia mengalami kecelakaan pada usia Sekolah Dasar Kelas 5 dan kemudian harus menjalani amputasi pada salah satu kakinya. Menurut pengakuannya, ketika dia duduk di bangku SMP, pihak sekolah pernah menolak untuk membiarkannya masuk, akan tetapi setelah orang tuanya terus-menerus berusaha, mereka akhirnya dipersilakan masuk meskipun demikian, dia tidak dibolehkan ikut serta dalam aktivitas ekstrakulikuler karena kondisi fisiknya.

"Saya minta kepada Bapak/Ibu yang hadir disini untuk lebih mengawasi dan mempedulikan anak seperti saya," ujarnya.

Dalam pernyataannya, Pdt. Eldarton Simbolon, yang merupakan Kepala Departemen Diakonia HKBP, mengeluarkan sebuah statement sikap.

mengungkapkan bahwa acara berjudul “WE RING THE BELL” adalah sebagian dari gerakan internasional yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang betapa pentingnya sistem pendidikan yang mencakup semua orang terutama bagi anak-anak dengan keterbatasan fisik atau mental. Dia menambahkan, "Kegiatan ini lebih dari sekedar tindakan memukul lonceng; itu juga sebagai panggilan mendesak agar lingkungan pendidikan di seluruh dunia secara leluasa menyambut setiap anak tanpa melihat status atau situasi mereka."

Beliau juga menyampaikan kebanggaannya terhadap Kabupaten Toba karena menjadi satu-satunya Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yang telah memiliki Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2019 Tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.

"Ini sebuah langkah maju yang sangat progresif dan perlu kita jaga serta terus dorong implementasinya di semua lini," lanjutnya menyampaikan terima kasih untuk Pemkab Toba.

Bupati Toba, Effendi Sintong Panangian Napitupulu saat berbicara dengan para jurnalis mengungkapkan kesetujuan dan dukungan penuh terhadap implementasi sistem pendidikan yang adil bagi seluruh anak di daerah tersebut, tidak peduli tentang kondisi fisik mereka. Ia menekankan bahwa “Setiap sekolah harus siap menerima semua siswa. Kami juga akan terus meningkatkan fasilitas tiap tahun sehingga menjadi lebih ramah terhadap anak-anak penyandang disabilitas, bahkan hingga ke ruangan mandi,” ungkap sang bupati.

Di samping mempertanyakan persiapan sekolah, dia juga menggarisbawahi pentingnya para guru untuk memberitahu anak-anak tentang penerimaan siswa dengan disabilitas sebagai sahabat, mitra belajar, dan rekan bermain.

"Saudara-saudaraku kecilku, tujuan utama dari acara ini adalah bagi kalian semua. Kalian sudah siapkah menjadi teman, berinteraksi, serta belajar bersama-sama dengan anak-anak penyandang disabilitas?" tanya Bupati terhadap sejumlah siswa yang juga mengikuti pertemuan tersebut.

"Iya, Bapak!" balas para anak secara bersamaan.

"Oke, janjinya ya!" balas Bupati.

Dia menyebutkan pula bahwa secara mendasar setiap orang itu sederajat di mata Tuhan. "Kita tidak seorang pun pantas berpandangan rendah terhadap yang lain. Perbedaan hanya terletak pada semangat, kerja keras, serta keinginan untuk belajar," ungkap Bupati menghadapi audiens tersebut.

Sebelum penutupan acaranya, semua orang yang hadir menambahkan tanda tangannya ke banner khusus yang telah dipersiapkan oleh penyelenggara sebagai bukti kesepakatan bersama. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar