Komdigi Bahas Perbedaan Teknologi World ID Apple dan Identitas Digital

Kemensetijan menegaskan bahwa teknologi pindai mata yang dipakai oleh World ID belum bisa dianggap sebagai bentuk identitas digital berdasarkan peraturan saat ini, walaupun dari segi teknologinya mirip dengan definisi tersebut.

Ini dikemukakan oleh Direktur Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik dari KemKomDigi, Teguh Arifiyadi. "World ID bukanlah Digital ID sebagaimana yang banyak diperbincangkan beberapa hari lalu," ujarnya pada acara Indonesia Digital Forum di Jakarta Selatan, Kamis (15/5).

Teguh mengakui bahwa dalam hal karakteristik teknologi, World ID sebenarnya mirip dengan Digital ID. "Jika dilihat dari sifat-sifat teknologinya, World ID dapat disebut memiliki ciri-ciri sebuah Digital ID," paparnya. Namun menurut pandangan terkait definisi teknologi dan peraturannya, kedua konsep tersebut ternyata berbeda, tambahnya.

Teknologi World ID berfungsi melalui pemeriksaan pola retina mata penggunanya serta pembuatan kode retina yang selanjutnya dibagi menjadi tiga bagian dan ditempatkan di luar negeri. Informasi tersebut dipakai pada tahap pengecekan keaslian identitas saat melakukan bermacam-macam aktivitas daring. Yang menarik, individu tak perlu menyertakan dokumen identitas semisal Kartu Tanda Penduduk; hanya scan retinanya yang cukup dilakukan.

Namun, Teguh menekankan bahwa sistem tersebut tidak menyimpan data yang dapat dengan mudah dihubungkan ke identitas sebenar dari para penggunanya. "Tidak terdapat langkah-langkah untuk memulihkan identitas pengguna secara langsung. Sebab, kami tidak menyimpan kartu tanda penduduk; hanya pola matahari yang diperiksa, setelah itu datanya disandikan dan diringkas," jelasnya.

Menurut Teguh, UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) menyatakan bahwa Digital ID perlu dapat mengenali pengguna dengan unik. Dia bertanya, "Apakah kode iris mata yang sudah diproses tersebut dianggap sebagai Digital ID? Bisakah hal itu digunakan untuk mengetahui identitas seseorang secara spesifik?"

World ID mengklaim bahwa sistem mereka masih tidak dapat memverifikasi kembali identitas pengguna berdasarkan kode retina tersebut, meskipun menggunakan teknologi canggih seperti komputasi kuantum. Karenanya, metode yang diterapkan oleh World ID disebut-sebut sebagai proses anonimisasi.

Teguh menggarisbawahi bahwa berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, informasi baru dianggap anonymized bila tak mampu dipulihkan kembali menjadi identitas pribadi menggunakan teknologi manapun. Apabila terdapat peluang melakukan hal tersebut, maka disebut sebagai pseudonymized.

"Secara teknologi, World ID dapat disebut sebagai identitas digital. Namun menurut aspek bisnis dan definisi peraturan, World ID tidak termasuk dalam kategori identitas digital," katanya.

TFH Menghimpun Lebih Dari 500 Ribuan Data Iris Mata

Sebelumnya, pengembang Worldcoin, yaitu Tools for Humanity (TFH), telah mengumpulkan lebih dari 500 ribu data irisan mata warga Indonesia sejak tahun 2021. Menurut pernyataan mereka, perusahaan tersebut menegaskan bahwa tidak menyimpan data biometri pelanggan di dalam sistem mereka.

Setelah proses registrasi dan konfirmasi World ID, gambar asli serta pola pupil Anda akan diubah menjadi bentuk yang terenkripsi sebelum dipindahkan ke alat milik Anda sendiri. Informasi biometrik ini selanjutnya bakal dikeluarkan dari gadget pencanning, memungkinkan Anda untuk mengontrol sepenuhnya informasi rahasia Anda.

Kominfo sudah menonaktifkan platform Worldcoin, World App, serta World ID mulai hari Minggu (4/5). Pihak berwenang pun mengundang wakil dari TFH pada hari Rabu (7/5).

World ID adalah sistem terpadu untuk melacak identitas biometrik individu dalam lingkungan digital. Teknologi Orb yang dimilikinya bertugas mengautentikasi para pemakai. Aplikasi Utama ini merujuk pada satu platform besar yang mencakup sejumlah aplikasi khusus dikembangkan oleh pembuat eksternal.

Worldcoin adalah sebuah token berbasis blockchain yang memungkinkan pengguna—baik itu individu, perusahaan, pemilik aplikasi, ataupun pihak pemerintahan—untuk menerima insentif serta melaksanakan transaksi di dalam jaringannya.

Hasil pembicaraan dengan TFH menunjukkan bahwa perusahaan telah mengumpulkan lebih dari 500 ribu data irisan mata warga Indonesia mulai tahun 2021, kendati baru memperoleh ijin Terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) pada tahun ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar