Mengapa bioenergi sangat penting bagi Nepal

Nepal, 3 Juli -- Peran bioenergi menjadi sangat penting dalam transformasi energi, seiring meningkatnya upaya internasional untuk mengatasi perubahan iklim serta menyediakan sumber energi yang berkelanjutan. Dihasilkan dari bahan organik seperti tanaman, limbah tanaman, dan produk buangan, bioenergi merupakan sumber energi terbarukan dibandingkan bahan bakar fosil, terutama untuk sektor transportasi.

Bagi Nepal, sebuah negara yang bergantung pada bahan bakar fosil impor, biofuel bukan hanya kebutuhan lingkungan tetapi juga kebutuhan ekonomi. Berdasarkan informasi dari Trade and Export Promotion Centre, pada tahun fiskal 2023-24 Nepal mengimpor produk minyak bumi senilai sekitar Rp354 miliar, yang mencakup hampir 19 persen dari total impor nasional negara tersebut, turun dari Rp397 miliar pada tahun 2022-23. Ketergantungan ini perlu dikurangi sebagai prioritas nasional, dengan mempertimbangkan risiko ekonomi dan lingkungan yang terkait dengan penggunaan terus-menerus bahan bakar fosil impor. Sekarang saatnya pemerintah Nepal memprioritaskan pembentukan industri biofuel yang kuat, memanfaatkan kerja sama internasional seperti Global Biofuel Alliance (GBA) untuk mendorong transisi ini dan mewujudkan masa depan energi yang berkelanjutan.

Bahan bakar nabati di Nepal

Ketergantungan Nepal pada bahan bakar fosil memberikan beban berat terhadap cadangan devisa negara dan membuat perekonomian rentan terhadap volatilitas harga minyak di pasar internasional. Industri biofuel domestik dapat menjadi faktor perubahan di negara dengan tingkat ketahanan energi nasional yang masih rapuh. Menurut Laporan Climate Transparency 2020, jumlah armada kendaraan di Nepal terus meningkat dan masih sangat bergantung pada produk petrokimia, dengan sekitar 99 persen kendaraan menggunakan bahan bakar fosil. Pada saat itu, kendaraan listrik hanya mencakup sekitar 1 persen dari seluruh armada nasional.

Sementara Nepal secara perlahan mulai berinvestasi dalam elektrifikasi transportasi, bahan bakar nabati (biofuel) merupakan opsi yang lebih mudah diakses dan dapat diperluas skalanya, terutama dalam sektor mobilitas pedesaan dan transportasi berat di mana opsi listrik masih terbatas. Mendorong pemanfaatan biofuel bersama dengan elektrifikasi secara paralel dapat mengurangi impor bahan bakar, memfasilitasi diversifikasi energi, serta menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan dan inklusif bagi seluruh rakyat Nepal. Dengan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar asing, biofuel memiliki potensi untuk meningkatkan ketahanan energi nasional, menstabilkan perekonomian, serta melindunginya dari volatilitas gejolak harga minyak di pasar global.

Keunggulan lingkungan dari bahan bakar nabati (biofuel) merupakan hal yang realistis. Nepal memiliki kewajiban berdasarkan Perjanjian Paris untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK)-nya. Sektor transportasi, yang menjadi penyumbang emisi karbon terbesar di negara ini, merupakan titik intervensi yang jelas. Penambahan bahan bakar nabati ke dalam bauran energinya dapat secara drastis mengurangi emisi, membantu upaya Nepal dalam mengatasi dampak perubahan iklim terhadap lingkungannya yang rapuh.

Manfaat sosial dan ekonomi

Selain manfaat lingkungan, keuntungan sosial dan ekonomi dari bahan bakar nabati (biofuel) juga sangat signifikan, terutama bagi pengembangan pedesaan. Menurut studi yang dipublikasikan oleh Multidisciplinary Digital Publishing Institute (MDPI) pada tahun 2019, diperkirakan hampir 12 persen dari total luas wilayah Nepal, atau sekitar 3,16 juta hektar, terdampak degradasi lahan. Hal ini menunjukkan potensi besar untuk memulihkan lahan yang kurang dimanfaatkan melalui metode berkelanjutan seperti produksi tanaman biofuel, yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi pedesaan sekaligus kebutuhan energi.

Produksi bahan baku biofuel seperti jagung, tebu, jarak pagar, singkong, dan tanaman non-pangan lainnya dapat menjadi peluang ekonomi yang berkelanjutan bagi perekonomian agraris Nepal. Tanaman-tanaman ini akan menciptakan lapangan kerja serta pendapatan tambahan bagi petani pedesaan, mengurangi kemiskinan, dan mendorong pembangunan perdesaan.

Di Brasil, bioenergi telah menjadi penggerak utama perekonomian, merangsang pengembangan pedesaan, ketahanan energi, serta penciptaan lapangan kerja. Pertumbuhan pesat produksi etanol di India yang didorong oleh kebijakan pemerintah yang kuat dan investasi memadai juga telah membuktikan viabilitas ekonomi bioenergi. Menurut rencana bersama NITI Aayog dan Kementerian Petroleum & Gas Bumi India (2021), India mencapai campuran etanol sebesar 12 persen dalam bensin pada April 2023, naik menjadi 18 persen pada awal 2025. Diperkirakan pencapaian campuran 20 persen (E20) pada tahun 2025-26 dapat mengurangi tagihan impor bahan bakar fosil negara tersebut sekitar empat miliar dolar AS per tahunnya. Nepal memiliki potensi untuk meniru keberhasilan ini dengan mengembangkan industri bioenerginya sendiri.

Aliansi Biofuel Global

Global Biofuel Alliance (GBA), yang diinisiasi pada KTT G20 tahun 2023, merupakan peluang besar bagi Nepal untuk mempercepat agenda biofuelnya. GBA membayangkan adanya kerja sama global untuk memperluas penggunaan dan produksi biofuel yang berkelanjutan. Keanggotaan yang terdiri dari 24 negara dan 12 organisasi internasional memberikan platform untuk bertukar praktik terbaik, akses terhadap bantuan teknis, serta peningkatan kapasitas dalam teknologi biofuel.

Organisasi ini menyediakan akses ke pengetahuan internasional, teknologi biofuel terkini, serta peluang kerja sama internasional yang dapat membantu Nepal mengatasi tantangan dalam membangun sektor biofuel. Upaya tersebut mencakup pemerolehan pasokan bahan baku yang berkelanjutan, pengembangan infrastruktur, serta mengatasi tantangan teknologi dan regulasi. Melalui keanggotaan GBA, Nepal dapat mendorong perpindahannya menuju ekonomi energi yang berkelanjutan dengan memanfaatkan pengalaman dan inovasi para anggotanya.

Prioritas dan tantangan

Meskipun memiliki keuntungan yang jelas, terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi untuk memaksimalkan potensi biofuel di Nepal. Salah satu tantangan utama adalah ketersediaan pasokan bahan baku yang stabil dan berkelanjutan. Ekonomi agraris Nepal harus mampu menyeimbangkan antara produksi tanaman pangan dan tanaman biofuel. Produksi biofuel dapat bersaing dengan produksi pangan sehingga meningkatkan ancaman terhadap ketahanan pangan. Tantangan ini memerlukan pemilihan bahan baku dan praktik budidaya tanaman yang tepat, dengan memberikan prioritas pada tanaman non-pangan serta limbah pertanian.

Tantangan kedua berkaitan dengan perlunya investasi besar dalam infrastruktur, seperti unit produksi, jaringan pemasaran, dan penelitian serta pengembangan. Membangun industri bahan bakar nabati memerlukan investasi finansial dan teknis yang signifikan, yang dapat dihimpun melalui insentif pajak, pinjaman berbunga rendah, kemitraan pemerintah-swasta, dan bantuan asing.

Nepal harus menawarkan lingkungan regulasi yang mendukung investasi bioenergi dan praktik produksi berkelanjutan. Ini mencakup penetapan mandat pencampuran yang jelas, pemberian insentif finansial, serta penegakan standar keberlanjutan. Nepal dapat menerapkan persyaratan pencampuran yang terjangkau sebesar E5 (5 persen) pada tahun 2028 dan secara bertahap meningkatkannya sesuai dengan produksi nasional atau mengacu pada tolok ukur regional.

Dengan kebijakan yang baik, dukungan internasional, dan komitmen terhadap keberlanjutan, Nepal dapat menjadi pemimpin bioenergi di kawasan ini serta memperoleh manfaat lingkungan, sosial, dan ekonomi dari biofuel. Waktu untuk bertindak adalah sekarang, dan jalan ke depan sudah jelas. Nepal harus mengambil langkah untuk membangun masa depan yang kuat, berkelanjutan, dan aman dalam hal energi bagi rakyatnya. Terakhir, kesadaran publik yang berkelanjutan serta koordinasi antar kementerian pertanian, energi, dan transportasi akan menjadi sangat penting agar proyek-proyek biofuel dapat inklusif secara sosial dan berkelanjutan secara ekonomis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar