Peran Teknologi Digital dalam Mengatasi Kekurangan Dokter Jantung

- Penyakit jantung masih menjadi tantangan besar bagi sistem kesehatan di Indonesia. Selain jumlah penderitanya terus meningkat, jumlah dokter ahli untuk penyakit ini juga terbatas dan belum merata di seluruh wilayah.

Saat ini hanya terdapat sekitar 1.500 dokter spesialis jantung di seluruh Indonesia. Selain itu, rumah sakit yang memiliki layanan jantung lanjutan hanya terpusat di kota-kota besar, sehingga masyarakat di daerah terpencil sulit mendapatkan akses kesehatan yang memadai.

Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), drg. Iing Ichsan Hanafi, MARS mengatakan jumlah rumah sakit vertikal yang memiliki layanan penyakit jantung saat ini terus meningkat.

"Layanan penyakit jantung sudah lumayan banyak di rumah sakit vertikal, apalagi pemerintah berencana membangun 40 rumah sakit lagi. Saat ini yang menjadi tantangan adalah tenaga kesehatannya yang masih tersentralisasi di pulau Jawa," katanya dalam acara dialog bertajuk “Transformasi digital dalam perawatan kardiovaskular: kemajuan, tantangan, dan langkah ke depan”, yang digelar Philips Indonesia di Jakarta (28/5).

Kekurangan tenaga medis dalam penyakit jantung ini bisa berakibat negatif, tidak hanya dalam pengobatan tapi juga deteksi dini dan pencegahan.

Ketua Bidang Medis Yayasan Jantung Indonesia, dr.BRM Ario Soeryo Kuncoro Sp.JP(K), mengatakan bahwa kurangnya dokter jantung di semua wilayah dapat menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan penyakit jantung.

"Sebagai akibatnya, banyak orang yang datang dalam kondisi yang lebih parah dan sulit untuk ditangani," jelas dr.Ario dalam acara yang sama.

Penerapan digitalisasi pelayanan kesehatan yang mulai banyak diterapkan di sejumlah rumah sakit bisa menjadi solusi untuk mengatasi persoalan sumber daya kesehatan yang tidak merata.

Berkat kemudahan komunikasi dan teknologi untuk pemantauan jarak jauh, kini tim dokter dapat saling berdiskusi dan melakukan konsultasi jarak jauh, sehingga mempercepat proses diagnosis dan mendukung pengambilan keputusan.

"Dokter saat ini dapat melakukan diskusi secara langsung dan berbagi informasi dengan dokter di negara lain, bahkan benua lain, meskipun ada perbedaan waktu. Ini adalah sesuatu yang mungkin tidak terbayangkan bisa dilakukan 10 tahun lalu," kata dr. Ario.

Presiden Direktur Philips Indonesia, Astri Ramayanti Dharmawan mengatakan, di negara yang akses kesehatannya belum merata, dibutuhkan solusi kesehatan yang mampu mempercepat diagnosis dan intervensi.

Dia menambahkan, platform informatika terintegrasi mendukung penanganan kasus jantung kompleks dengan menghubungkan data pencitraan dan data klinis lintas departemen.

"Sekarang ini dokter yang senior bisa mengarahkan atau melatih dokter lain melalui tele-consulting. Gambar hasil scan pemeriksaan juga bisa diakses oleh dokter melalui aplikasi di ponsel," kata Astri.

Tim multidisiplin—mulai dari kateterisasi jantung, ekokardiografi, CT, hingga MRI—dapat mengakses satu tampilan terpadu pasien untuk melacak perkembangan penyakit dan mengambil keputusan dengan lebih cepat dan tepat

Sistem rujukan dalam pelayanan kesehatan ditambahkan oleh Iing juga sangat penting untuk menutup kesenjangan layanan penyakit jantung.

"Still banyak rumah sakit yang fasilitasnya terbatas. Kalau pasien bisa cepat dirujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap, tentu hasilnya akan lebih baik," katanya.

Selain itu, menurutnya para dokter ahli juga bisa mendidik dokter-dokter di daerah sehingga bisa melakukan berbagai upaya preventif.

Kolaborasi antarsektor, baik swasta maupun pemerintah, diperlukan untuk membantu menyediakan pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar