RUBLIK DEPOK – Kontroversi mengenai keabsahan gelar akademis Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali mencuat. Pada tanggal 19 Mei 2025, Prof. Dr. Ir. Yusuf Leonard Henuk, seorang profesor dari Universitas Sumatera Utara (USU), muncul dalam sebuah video YouTube. Forum Keadilan TV mengulas laporan yang diajukan tentang akun X dengan nama Dian Sandi Utama.
Akun itu dicurigai telah mempublikasikan ijasah Presiden Jokowi dengan klaim sebagai versi asli mulai tanggal 1 April 2025. Professor Yusuf mengklarifikasi bahwa dokumen tersebut adalah palsu dan mendistribusikannya bertentangan dengan peraturan undang-undang, khususnya UU ITE atau Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta UU Perlindungan Data Pribadi.
Profesor Yusuf, yang rajin menggunakan platform X, telah melapor kepada Biro Tindak pidana Khusus (Bareskrim) POLRI terhadap Dian Sandi pada tanggal 24 April 2025. Laporan ini berkaitan dengan tuduhan penyaluran informasi rahasia tanpa persetujuan. Menurutnya, hal ini bertentangan dengan pasal 32 Undang-Undang Informasi Teknologi dan Pasal 65 ayat 2 tentang Perlindungan Informasi Pribadi. Di samping masalah hukum tersebut, Prof. Yusuf juga meragukan asli ijazah Jokowi. Dia mencatat beberapa ketidaksesuaian dalam dokumen tersebut setelah melakukan evaluasi sendiri. "Dengan keyakinanku, ijazah itu adalah tiruan," katanya kuat-kuat. "Jokowi keluar sebagai mahasiswa akibat rata-rata nilai kurang dari 2,0, jadi mustahil baginya untuk berhasil."
Prof. Yusuf mengemukakan bukti-bukti dari pengetahuannya dalam bidang akademik dan pengalamannya sendiri sebagai alumni universitas saat bersamaan dengan masa Jokowi. Dia pun membahas tuntutan hukum yang diajukan di Pengadilan Negeri Surakarta terkait keabsahan latar belakang pendidikan Jokowi. Prof. Yusuf juga merujuk pada komentar sejumlah figur ternama seperti mantan rektor UGM Sofian Effendi, yang menyatakan bahwa dokumen ijazah Jokowi "lenyap."
Bagian artikel ini membahas pokok-pokok penting dalam percakapan dengan Prof. Yusuf, efek skandal tersebut, serta konsekuensinya bagi keyakinan masyarakat umum.
Laporan untuk Bareskrim: Mengevaluasi Sebaran Ijazah dan Kebenaran Dokumen
Prof. Yusuf membuka sesi wawancaranya dengan menyampaikan alasannya untuk melakukan laporan atas nama Dian Sandi. Dia menemukan postingan tersebut di platform X pada tanggal 1 April 2025 dan sudah ditonton oleh jutaan orang. "Ia berkata bahwa ijasahnya adalah asli, tetapi sebab apa ia kemudian dibagikan secara luas? Ini termasuk informasi rahasia dan bisa dikategorikan sebagai ilegal berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi," ungkapnya. Menurut Prof. Yusuf, dia juga pernah mencoba komunikasi langsung dengan Dian Sandi lewat media sosial X, dimana Dian memberitahu kalau unggahan tersebut hanyalah sebuah elemen dalam proyek riset mereka. Akan tetapi, Prof. Yusuf ragu akan hal itu karena tak ada rincian seperti artikel ilmiah ataupun datadata tambahan yang mendukung pengumuman tersebut. "Jika ini benarkah hasil penelitian, maka di manakah buktinya? Satu cuitan saja tentunya kurang meyakinkan," tegasnya.
Laporan yang diajukan kepada Bareskrim telah dirancang secara teliti, meliputi 14 lembar bukti, seperti tangkapan layar postingan Dian Sandi serta riwayat interaksi antara kedua pihak. Prof. Yusuf pun menyesuaikan pendekatan dalam membuat laporan tersebut berdasarkan pengetahuannya dari kasus-kasus sebelumnya, contohnya ketika ada upaya untuk mendaftarkan temuan soal anggota Partai Demokrat berkaitan dengan pernyataan-pernyataannya tentang SBY. Pada kesempatan kali ini, ia menyampaikannya langsung ke bagian SPKT di tingkat pertama gedung Bareskrim dan memverifikasi bahwa laporan tersebut berhasil diterima pada tanggal 25 April 2025. "Selama satu dekade saya mendukung Joko Widodo menjadi Presiden. Seharusnya informasi pribadi seseorang tidak boleh dibagikan begitu saja, apalagi jika benar adanya," tegasnya.
Namun, Prof. Yusuf selanjutnya menyoroti masalah keabsahan sertifikat pendidikan tersebut. Dia mencurigai adanya kolaborasi antara Dian Sandi dengan Jokowi guna meyakinkan masyarakat akan kelulusannya sebagai otentik. Walaupun dia pertama kali menyuarakan hal ini demi membela Jokowi, namun setelah mendapatkan lebih banyak data, ia semakin mantap dalam keyakinannya bahwa dokumen tersebut adalah buatan palsu. "Gambar di sertifikat telah dipotong dan disisipkan, nomor serinya salah, serta bidang studi Teknologi Kayu tak dicantumkan. Itu pastilah palsu," tandasnya, sebagaimana diketemukan dari hasil penelitian forensik yang dilakukan tim lain, seperti Dr. Tifa.
Tidak Bias dalam Dunia Pendidikan: Indeks Prestasi Kumulatif, Skripsi, dan Riwayat Nilai Joko
Sebagai seorang ahli, Prof. Yusuf merujuk pada pedoman akademik dalam menantang keabsahan diploma Jokowi. Dia menjelaskan bahwa Jokowi, yang mengklaim dirinya terdaftar di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada tahun 1980, tak akan bisa lulus apabila indeks prestasi (IP) nya kurang dari 2,0. Berdasarkan ketentuan kampus waktu itu, mahasiswa dengan IP dibawah 2,0 secara otomatis drop out (DO) pada semester ke-4. "Jokowi mengakui hal tersebut dirinya sendiri." Tempo Pada tanggal 9 Juni 2013 disebutkan oleh Prof. Yusuf bahwa alasannya adalah DO dikarenakan IP-nya berada di bawah angka 2,0.
Ia juga mempertanyakan skripsi Jokowi, yang menurut data dari Rismonda (alumnus UGM) hanya ditandatangani satu orang, bukan dekan atau penguji seperti prosedur standar. “Skripsi harus ditandatangani penguji dan disahkan dekan. Kalau cuma satu tanda tangan, mana mungkin asli?” katanya. Selain itu, Prof. Yusuf menyoroti absennya jejak Kuliah Kerja Nyata (KKN) Jokowi, yang wajib untuk syarat skripsi. “Saya KKN di Desa Liliba, Kupang. Jokowi tidak punya catatan KKN. Bagaimana bisa ajukan skripsi?” tambahnya.
Bobot dari transkrip akademik Sarjana satu pun menjadi elemen penting berikutnya. Menurut Prof. Yusuf, transkrip ini akan merekam nama skripsinya, nilai-nilai mata pelajaran serta Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). "Setiap orang hanya peduli dengan topik skripsi tetapi jarang sekali bertanya tentang catatan rapor mereka," jelas dia. Dia mengira Universitas Gadjah Mada tidak memiliki salinan laporan resmi milik Jokowi, hal ini diperkirakan dapat mengerem keyakinan atas legitimasi gelar pendidikan sang presiden tersebut. Bahkan mantan Rektornya di UGM, yaitu Sofian Effendi, juga meresmukan hilangnya dokumen ijazah Jokowi, pernyataan itu semakin memicu ketidakpastian.
Implikasi Sosial serta Aspek Hukum: Krisis Keyakinan dan Tantangan dalam BidangPolitik
Kontroversi ini tak sekadar berkaitan dengan asli atau palsunya ijazah, melainkan juga mengganggu keyakinan publik terhadap Jokowi sebagai bekas presiden. Guru Besar Yusuf menyatakan bahwa sebaran dokumen tersebut oleh Dian Sandi, diklaim anggota dari PSI, telah menciptakan perpecahan dalam masyarakat. Pihak pendukung Jokowi, yang ia istilahkan "kambing ternak Mulyono," mendukung klaim keabsahan ijazah itu, sedangkan orang-orang seperti Rismonda, Dr. Tifa, serta Rui memberikan bukti tentang kemungkinannya palsu. Ia menambahkan, "Sudah banyak pihak yang membela Jokowi, namun dia sendiri gagal untuk membela dirinya sendiri," merujuk kepada kurang jelasnya tanggapan resmi dari Jokowi atas insiden tersebut.
Secara hukum, laporan Prof. Yusuf dapat membawa konsekuensi serius bagi Dian Sandi. Jika terbukti melanggar UU ITE dan UU Perlindungan Data Pribadi, pelaku bisa menghadapi hukuman penjara hingga 6 bulan hingga 1 tahun. Namun, Prof. Yusuf menyatakan kesiapannya jika dilaporkan balik. “Saya guru besar, saya bicara fakta. Kalau salah, saya minta maaf. Tapi Jokowi harus tunjukkan transkripnya,” tegasnya. Ia bahkan menyebut bahwa masuk penjara bukan akhir hidup, menunjukkan tekadnya memperjuangkan kebenaran.
Dalam perspektif politik, Prof. Yusuf menginterpretasikan polemik tersebut sebagai aspek dari interaksi antara Jokowi dan Presiden Prabowo Subianto. Dia menyebut adanya "retak" di kalangan pendukung mereka, misalnya dengan dibatalkannya promosi Jenderal Kunto, yang dipandang oleh banyak orang sebagai salah satu figur dekat Jokowi, sebagai indikasi tensi tertentu. Menurutnya, "Prabowo dikawal oleh tentara, sedangkan Jokowi berupaya memelihara nasib Gibran guna masa depan tahun 2029. Terdapat beberapa kelompok saling bersaing dalam hal ini," ungkapnya. Dengan demikian, ia percaya bahwa skandal ijazah bisa merusak kekuatan politik Jokowi pada periode kepemimpinan mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar