Menteri Hanif: Pasar Karbon untuk Sektor Energi Sepi Peminat

, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan pasar karbon sektor energi Yang telah diluncurkan sejak 20 Januari 2025 belum banyak menarik pembeli. Sebelumnya, pemerintah telah menyiapkan lima proyek strategis di sektor energi untuk mendukung perdagangan karbon internasional. Dari proyek-proyek ini, total volume setara karbon dioksida (CO2) yang dapat disertifikasi mencapai 1.780.000 ton.

Acara tersebut ramai, yang beli sedikit, kami belajar masalahnya apa. gitu "Jadi kami bingung ini apa masalahnya," ucap Hanif saat ditemui di rumah dinasnya, Kawasan Galuh, Jakarta Pusat, 16 April 2025.

Hanif mengatakan pihaknya pun langsung melakukan pengecekan dan analisis terkait kondisi perdagangan karbon tersebut. Ia menyebutkan pasar tidak merespons karena telah memiliki pasar sendiri. Pembeli -sudah memiliki pasar masing-masing, ada Verra, Gold Standard, dan lain-lain, yang pasar sukarela ," kata Hanif.

Menurut Hanif, pasar wajib warbon ( pasar kepatuhan karbon ) belum begitu menarik bagi pelaku usaha. Dia menyebutkan dari sisi internasional, UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) juga belum melakukan pengetatan sehingga belum ada paksaan.

"Kalau orang melakukan dan tidak melakukan, tidak ada dampak apa-apa juga. Akhirnya tidak ada ke arah sana, meskipun di dalam skenario UNFCCC itu akan lebih jelas setelah 2030," ujarnya.

Menurut Hanif, pasar kepatuhan ini akan mulai mengikat ketat di 2030. Ini ditandai dengan beberapa komitmen asosiasi besar, salah satunya Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) yang mendorong anggotanya masuk ke pasar wajib karbon pada 2027.

"Setelah itu ada IMO (Organisasi Maritim Internasional) yang harus pasar kepatuhan tahun 2028, tetapi dari sisi global mungkin 2030 ya," ucap Hanif.

Sebelumnya, tambah Hanif, pemerintah berupaya mencapai target Kontribusi Ditentukan Secara Nasional (NDC) melalui mekanisme penetapan harga karbon, yang mencakup perdagangan karbon, perdagangan emisi, pembayaran berbasis kinerja, pembayaran berbasis hasil, pengurangan bahaya karbon, dan mekanisme lainnya, yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sesuai Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021, Hanif mengatakan mekanisme perdagangan karbon sebagai bagian dari pelaksanaan penetapan harga karbon dilakukan melalui Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI). SRN-PPI berfungsi mendokumentasikan setiap tahap proses perdagangan unit karbon.

Hanif menambahkan, pemerintah telah berupaya memperkuat elemen kunci ekosistem karbon, termasuk Sistem Registri Nasional (SRN), Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV), Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPEI-GRK), serta Otorisasi dan Penyesuaian Korespondensi (CA), untuk mendukung perdagangan karbon internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar