Diburu Israel Sejak 2000, 'Si Belut' Mohammed Sinwar: Sang Juara Melawan IDF

Tukang Ngegame.CO.ID, TEL AVIV -- Sejak Oktober 2023 serangan Israel ke Gaza dimulai, namun Hamas belum berhasil dikalahkan. Mereka masih mampu meruntuhkan tank-tempur modern Merkava, menjerembabkan serta membunuh pasukan tentara Israel (IDF), yang berujung pada kerugian signifikan bagi pihak Israel.

Pasukan Brigade Izzudin Al-Qassam, yaitu bagian militer dari Hamas, berada di garis depan dalam konflik dengan IDF. Mereka merupakan individu-individu yang dipilih secara khusus untuk bertempur melawan zionis. Di antara mereka adalah Mohammad Sinwar, kakak laki-laki Yahya Sinwar.

Ragu-ragu membingkai pembunuhan atau keberlangsungan hayat Mohammed Sinwar, salah satu pemimpin utama Brigade Qassam, cabang militernya Hamas. Meskipun usaha Israel untuk menyatakan targetnya semakin gencar, Hamas masih diam. Sejumlah sumber dekat dengan organisasi itu enggan memberikan konfirmasi ataupun penyangkalan atas berita tersebut, khususnya setelah pengalaman lama Sinwar dalam mengelabui upaya pembunuian yang telah berjalan hampir dua dasawarsa.

Dia menjadi fokus utama Israel selama konflik di Gaza, walaupun Israel belum menyatakan dengan jelas bahwa mereka sengaja menuju Mohammad Sinwar dalam 18 bulan terakhir peperangan. Ini semakin mempertegas imej publik tentang laki-laki itu sebagai seorang spesialis penyamaran serta 'sasaran yang sukar diketahui'.

Walau memiliki selisih umur 13 tahun antara Yahya, kelahirannya pada tahun 1962, dengan adalainya Mohammed, yang dilahirkan pada tahun 1975; mereka saling menghubungkan diri melalui tali persaudaraan yang kemudian berkembang hingga ke tingkat kemitraan dalam pertempuran bersama di Hamas serta menjabat kepala dari struktur organisasi politik dan militer mereka.

Tidak seperti Yahya yang terkenal dan populer di antara kelompok pergerakan karena reputasi dan citra positifnya, hal itu pada akhirnya menjeratnya dalam penahanan selama 23 tahun di Israel. Sementara itu, Muhammad berhasil berteduh di sebuah ruang militer rahasia di dalam barisan Brigadir "Qassam", menjadikannya lebih aman dan cenderung menghindari detensi yang dia alami hanya selama kurun waktu tiga tahun saja oleh tentara Keamanan Otoritas Palestina.

Selalu lolos dari Israel

Kapan Israel melancarkan serangan ke arah Mohammed Sinwar adalah sekitar 24 jam sesudah pelepasan pasukan Amerika-Israel Idan Alexander. Keberhasilannya belum jelas.

Sumber-sumber dari Hamas serta kelompok-kelompok lain yang aktif di Gaza enggan "untuk mengonfirmasi ataupun membantah keterlibatan penyerahan Alexander berkaitan dengan akses ke tempat potensial Sinwar."

Serangan besar terjadi pada hari Selasa, disusul dengan pemberian serangan berturut-turut ke daerah tersebut dan sekitarnya pada hari Rabu untuk mencegah penyelamatan para potensial korban selamat. Hal ini mencerminkan bahwa Israel memprediksikan adanya sasarannya sendiri sebagai tujuan utama dalam operasinya.

Pendekatan sabuk api ini juga membawa kembali ingatan tentang usaha Israel untuk menewaskan Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah, bersama dengan berbagai pemimpin penting dari Hamas dan Brigadir Qassum seperti Marwan Issa, Ahmed al-Ghandour, dan figur-figur lain yang terlibat di masa lalu, contohnya Bassem Issa, Jamal al-Zubdah, dan beberapa insinyur tingkat lanjut dari Brigadier Qassum selama operasi "Swords of Jerusalem" pada tahun 2021.

Tembakkan puluhan bom

Pada Selasa malam, jet tempur Israel meluncurkan ratusan bom dan misil menuju rumah sakit gawat darurat dan area halaman belakang Rumah Sakit Eropa di Gaza bagian timur Khan Yunis, bersama dengan wilayah-wilayah terdekatnya. Menurut laporan langsung yang diberikan oleh sumber medan kepada Asharq Al-Awsat, ada insiden dimana peluru kendali mencapai jarak hingga separuh kilometer, dan pada situasi lain mereka bahkan merambah sampai batas 300 meter dari titik asal tembakan.

Saluran televisi Reshet Channel milik KAN Israel (yang merupakan bagian dari Otoritas Penyiaran Israel) menyatakan bahwa sejumlah besar rudal serta bom penembus benteng telah diluncurkan ke daerah itu. Tujuannya adalah meruntuhkan sistem terowongan di wilayah tersebut dan menutup setiap mulutnya, yang tersebar dari beberapa titik awal, sehingga memastikan semua orang di dalam akan tewas, bahkan jika mereka tidak diserempet oleh serangan rudal secara langsung.

Berdasarkan keterangan dari beberapa pihak yang dikonfirmasi dengan Asharqu Al Awsaat, wilayah itu memang meliputi sistem terowongan yang rusak selama konflik tahun 2014 lalu dan telah direhabilitasi oleh Brigade Qassam. Pada masa pertempuran kali ini, area-area di sekelilingnya menjadi target serangan namun nampaknya hanya menderita kerusakan ringan.

Israel mendeskripsikan area yang menjadi target sebagai "terowongan pusat kendali dan komunikasi," jenis terowongan yang dipakai oleh pimpinan Hamas serta Brigade Qassam selama konflik ini guna menampakkan dirinya secara sembunyi-sembunyi dan melancarkan serangan. Dilaporkan bahwa terdapat tabung-tabung oksigen di dalam terowongan itu yang bisa digunakan apabila ada kejadian runtuhannya atau pengeboman pada terowongan tersebut, sehingga memudahkan penyelamatan jiwa bagi orang-orang di dalamnya dengan cara melepaskan mereka tanpa cedera.

Upaya pembunuhan yang berulang kali tidak berhasil tersebut

Dengan bertambah besarnya perananya, Mohammad Sinnar telah menjadi incuan untuk beberapa serangan pembunuhan oleh Israel sepanjang lebih dari dua puluh tahun. Serangan paling baru terjadi pada masa Operasi "Pisau Jerusalem" di tahun 2021 ketika dia dan Rafi Salama, mantan kepala Brigade Khan Yunis yang juga hadir, tengah berada di sebuah terowongan. Keduanya hanya menderita cedera ringan akibat insiden tersebut.

Selanjutnya, Rafeh Salama serta Mohammed Al-Deif tewas pada bulan Juli kemarin di kawasan Al-Mawasi.

Pasukan Israel mencium kepala seorang petarung Hamas - (Dokumen Spesial)

Catatan tentang upaya pembunuhan terhadap Muhammad Sinwar menyinggung pula mengenai Perang Intifada Al-Aqsa Kedua yang dimulai pada bulan September tahun 2000. Catatan tersebut juga merujuk kepada insiden gagal ledakannya bom di tembok rumahnya pada tahun 2003 dan berkat hal itu dia berhasil bertahan hidup.

Orang tersebut sudah mengalami beberapa serangan pembunuhan, kemungkinan besar mencapai tujuh kali atau bahkan lebih, yang pernah dilaporkannya dan masih dilaporkannya hingga kini. Salah satu usaha untuk membunuhnya terjadi di tahun 2006 saat dia berhasil selamat dari insiden dimana kendaraan yang diduga dikendarainya jadi target penyerangan. Ia tetap menjadi incaran selama bertahun-tahun lamanya.

Para sumber dari Hamas memberitahu Asharq Al-Awsat bahwa di tahun 2008, Mohammed Sinwar telah menyulut kecurigaan inteljen Israel. Dia membujuk mereka yang sedang memantau dirinya untuk percaya bahwa dia tengah melakukan komunikasi melalui perangkat interkom dengan pimpinan Brigade Qassam.

Setelah lembaga perisikan mengidentifikasi senjata itu, mereka melancarkan serangan bom ke tempatnya, yakin bahwa mereka sudah berhasil memusnahkannya. Tetapi, ternyata orang yang dicari tak berada di situ, dan catatan percakapan telah diretas dan diedit menggunakan teknologi canggih untuk mengecoh pihak Israel.

Suatu kali, media lokal menyatakan bahwa pada tahun 2019, Sinwar, Rafie Salama, serta pemimpin militer lainnya menjadi target upaya racun dan penyanderaan yang dilancarkan pasukan Israel di pesisir Khan Yunis. Akan tetapi, Brigade Qassam segera merespons dan menyangkal tegas tentang laporan tersebut.

Mengacu pada informasi dari sumber-sumber Hamas, Sinwar dihargai oleh kelompok itu karena dikenal "cemerlang dan terampil secara militernya". Para pihak ini menyebut dedikasinya untuk keamanan melalui perilaku rutinnya yaitu menjauhi alat-alat komunikasi seperti telepon genggam ataupun metode-metode lainnya, bahkan sistem internal yang dirancang agar tetap aman pun hanya sedikit digunakan olehnya saat kondisi tenang; hal ini tak sebanding dengan frekuensinya menggunakan mereka sewaktu konflik berlangsung serta peperangan meletus.

Beberapa sumber menunjukkan bahwa Sinwar sering kali "bergantung pada aspek manusianya dalam menyebarkan pesan dengan teknik tradisional, sehingga menjadikannya sukar untuk dijangkau di waktu lampau."

Shadow unit

Sinwar dipandang sebagai pencipta "Unit Bayangan" Brigade Qassam, sesuai dengan instruksi yang dia terima dari Mohammad Deif, komandan paling senior dalam brigade itu. Mohammed Sinwar bertanggung jawab atas pengaturan struktur awal unit ini dan menunjuk sejumlah rekan rapatnya dari pemimpin lapangan di Khan Yunis.

Setelah berperan dalam penangkapan dan ekstradisi tentara Israel Gilad Shalit pada tahun 2006 di perbatasan Rafah yang terletak di jalur pesisir Gaza bagian selatan, Sinwar mendirikan satuan tersebut.

Beberapa sumber memberi informasi ke Asharq Al-Awsat pada 2 Februari tentang unit rahasia yang ternyata didirikan pada tahun 2006, yaitu sesaat setelah peristiwa pengambilan sandera Shalit. Akan tetapi, fakta ini baru menjadi publik pada tahun 2016, sepuluh tahun pasca insiden penangkapan dan lima tahun usai penebusan tawanan melalui kesepakatan pertukaran pada tahun 2011. Hal ini diketahui saat Brigade Qassam merilis klip video baru mengenai Shalit selama masa-masa dia berada di Gaza.

Para informan di masa tersebut menyebutkan bahwa "Satuan Bayangan" terbentuk kira-kira tiga bulan sesudah penggerebekan Shalit. Setelah tempat-tempat yang dikunjinginya jadi target untuk beberapa serangan udara dari Israel tidak lama usai peristiwa penculikan, serta dalam berbagai kesempatan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar